Rabu, 24 November 2010

TEORY PENDIDIKAN

TEORI-TEORI PENDIDIKAN


1.      Teori Koneksionisme
Edward Lee Thorndike adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan pengaruh besar terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya dikenal dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi antara stimulus (S) de¬ngan respons (R). Stimulus akan memberi kesan ke-pada pancaindra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah yang kemudian disebut sebagai teori Connectionism.
Pendidikan yang dilakukan Thorndike adalah menghadapkan subjek pada situasi yang mengandung problem. Model eksperimen yang ditempuhnya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan kucing sebagai objek penelitiannya. Kucing dalam keadaan lapar dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat sedemikian rupa, dengan model pintu yang dihubungkan dengan tali. Pintu tersebut akan terbuka jika tali tersentuh/tertarik. Di luar kandang diletakkan makanan untuk merangsang kucing agar bergerak ke-luar. Pada awalnya, reaksi kucing menunjukkan sikap yang tidak terarah, seperti meloncat yang tidak menentu, hingga akhirnya suatu saat gerakan kucing menyentuh tali yang menyebabkan pintu terbuka.
Setelah percobaan itu diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar dari kandang menjadi semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksi antara respons yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnya dilupakan. Eksperimen itu menunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus dan respons.
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar (Suwardi, 2005: 34-36), sebagai berikut:
a.       Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons (menerima atau menolak) terhadap suatu stimulan. Pertama, bila sese¬orang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, pelaksanaannya akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah laku lain. Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar siap menempuh ujian, dia akan puas bila ujian itu benar-benar dilaksanakan. Kedua, bila seseorang siap melakukan suatu tingkah laku tetapi tidak dilaksanakan, maka akan timbul kekecewaan. Akibatnya, ia akan melakukan ting¬kah laku lain untuk mengurangi kekecewaan. Contoh peserta didik yang sudah belajar tekun untuk ujian, tetapi ujian dibatalkan, ia cenderung melakukan hal lain (misalnya: berbuat gaduh,protes) untuk melampiaskan kekecewaannya.Ketiga, bila seseorang belum siap melakukan suatu perbuatan tetapi dia harus melakukannya, maka ia akan merasa tidak puas. Akibatnya, orang tersebut akan melakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut. Contoh, peserta didik tiba-tiba diberi tes tanpa diberi tahu lebih dahulu, mereka pun akan bertingkah untuk menggagalkan tes. Keempat, bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tetap tidak melakukannya, maka ia akan puas. Contoh, peserta didik akan merasa lega bila ulangan ditunda, karena dia belum belajar.
b.      Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use), dan hukum bukan penggunaan (the law of disuse). Hukum penggunaan menyatakan bahwa dengan latihan berulang-ulang, hubungan stimulus dan respons akan makin kuat. Sedangkan hukum bukan penggunaan menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan semakin melemah jika latihan dihentikan.
Contoh: Bila peserta didik dalam belajar bahasa Inggris selalu menghafal perbendaharaan kata, maka saat ada stimulus berupa pertanyaan “apa bahasa Inggrisnya kata yang berbahasa Indonesia….” maka peserta didik langsung bisa merespons pertanyaan itu dengan mengingat atau mencari kata yang benar. Sebaliknya, jika tidak pernah menghafal atau mencari, ia tidak akan memberikan respons dengan benar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa prinsip utama belajar adalah pengulangan. Makin sering suatu pelajaran diulang, akan semakin banyak yang dikuasainya. Sebaliknya, semakin tidak pernah diulang, pelajaran semakin sulit untuk dikuasai.
c.       Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hubungan stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan memuaskan. Sebaliknya, hubungan itu akan semakin lemah, jika yang dihasilkan tidak memuaskan. Maksudnya, suatu perbuatan yang diikuti dengan akibat yang menyenangkan akan cenderung untuk diulang. Tetapi jika akibatnya tidak menyenangkan, akan cenderung ditinggalkan atau dihentikan. Hubungan ini erat kaitannya dengan pemberian hadiah (reward) dan sanksi (pun¬ishment). Contoh: Peserta didik yang biasa menyontek lalu dibiarkan saja atau justru diberi nilai baik, anak didik itu akan cenderung mengulangnya, sebab ia merasa diuntungkan dengan kondisi seperti itu. Tetapi, bila ia ditegur atau dipindahkan sehingga temannya tahu kalau ia menyontek, ia akan merasa malu (merasa tidak diuntungkan oleh kondisi). Pada kesempatan lain, ia akan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu, sebab ia merasakan ada hal yang tidak menyenangkan baginya.
2.               Teori Classical Conditionins
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov, warga Rusia yang hidup pada tahun 1849-1936. Teorinya adalah tentang condi¬tioned reflects. Pavlov mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. Penelitian yang dilakukan Pavlov menggunakan anjing sebagai objeknya. Anjing diberi stimulus dengan makanan dan isyarat bunyi, dengan asumsi bahwa suatu ketika anjing akan merespons stimulan berdasarkan kebiasaan.
Ketika akan makan, anjing mengeluarkan liur sebagai isyarat dia siap makan. Percobaan itu diulang berkali-kali, dan pada akhirnya percobaan dilakukan dengan memberi bunyi saja tanpa diberi makanan. Hasilnya, anjing tetap mengeluarkan liur dengan anggapan bahwa di balik bunyi itu ada makanan. Lewat penemuannya, Pavlov meletakkan dasar behaviorisme sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi berbagai penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori belajar. Prinsip belajar menurut Pavlov adalah sebagai berikut:
a. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan antara
     perangsang (stimulus) yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
b. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
c. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme/individu.
d. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak.
e. Semua aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
  1. Aliran Empirisme
  2. Aliran Nativisme
  3. Aliran Naturalisme
  4. Aliran Konvergensi
a. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang duperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan2. stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalahseorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir kedua bagaikan kertas putih yang bersih.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat2 yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif dan dapat dimanipulasi, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku.  Hal ini tercermind dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun pandangan behavioralisme lainnya.
Behavioralisme itu menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian, pandangan behavioralisme ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar.
1)         Pandangan yang menekankan peranan stimulus terhadap perilaku seperti dalam “classical conditioning” atau “respondent learning” oleh Ivan Pavlov (1836-1936) di Rusia dan Jon B. Watson (1878-1958) di Amerika Serikat.
2)         Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari suatu perilaku seperti dalam “operant conditioning” atau “instrumental learning” dari Edward L. Thorndike (1874-1949) dan Rurrhus F. Skinner (1904) di Amerika Serikat.
3)         Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dari imitasi seperti dalam “observational learning” yang dipelopori oleh NE. Miller dan J. Dollar dengan “social learning and imitation (1941) kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh A. Bandura dengan “participant modeling” maupun dengan “self efficiancy” (1982)
b.  Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, teramasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tsb ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah lengkap dengan pembawaan baik ataupun buruk.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak seusia dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna  untuk perkembangan anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang artinya adalah terlahir.  Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Pembawan tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan jiga mewarisi bakat2 yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu2nya faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak.  Terdapat suatu pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi (G. Leibnitz: monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk yang mempunyai kemauan bebas. Padangan tsb tampak dalam humanistic psychology dari Carl R. Rogers atau pandangan phenomenology/humanistik lainnya. Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman dalam belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan oelh kemampuan memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain, pengalaman belajar ditentukan oleh “internal frame of reference” yang dimilikinya. Pendekatan ini sangat mementingkan pandangan holistik (menyeluruh, gestals), serta pemahaman perilaku orang dari sudut pandang si empunya perilaku itu.  Terdapat variasi pendapat dari pendekatan  phenomenology/humanistic tersebut sebagai berikut :
1)     Pendekaran aktualisasi diri atau non direktif (Client centered) dari Carl R. Rogers dan Abraham Maslow
2)    Pendekatan “Personal Constructs” dari george A. Kelly yang menekankan  betapa pentingya memahami  hubungan “ transaksional” diantara manusia dan lingkungannnya sebagai bekal awal memahami perilakunya.
3)    Pendekatan “Gestalt” baik yang klasik  (Max Wertheimer dan Wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls)
4)    Pendekatan “ Search Of Meaning” dengan aplikasinya  sebagai “ Logotherapy” dari Viktor Franki  yag mengungkapkan betapa pentingnya  semangat ( Human spririt ) untuk mengatasi  berbagai tantangan /  masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut diatas menekankan betapa pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia
b.  Aliran Naturalisme
Pandangan ini ada persamaannya dengan nativisme. Aliran naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau 1712-1778).Berbeda dengan dengan Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Karena yang perlu dilakukan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalu proses dan kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuan-kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik.
d.  Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan kedunia ini sudah disertai pembawaah baik maupun pembawaan buruk.  Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.  Bakat yang dibawa pada waktu anak dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat itu.Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.  Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi.  Pada akan manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya,  anak berbicara dalam bahasa tertentu.  Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya.  Karena itu setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya.  Missal bahasa jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya.  Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama.  Itu disebabkan oleh factor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biar pun lingkungan kedua anak  tersebut menggunakan  bahasa yang sama.  Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantug pada  pembawan dan lingkungan,  seakan-akan duagaris  yang menuju  kesatu titik yang menuju satu titik pertemuan, sebagai berikut:

Keterangan :
a. pembawaan
b. lingkungan
c. hasil pendidikan/ perkembngan

            Karena itu  teori W. Stern disebut teori konvergensi ( konvergen artinya memusat kesatu titik).  Jadi menurut teori konvergensi :
1)     Pendidikan mungkin dilaksanakan.
2)    Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anaka didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah  berkembangnya potensi yang kurang baik.
3)    Yang membatasi hasil pendidika  adalah pembawaan dan lingkungan.

Aliran konvergen pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memaha,mi tumbuh kembang manusia.  Meskipun demikian terdapatg variasi mengenai factor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuhh kembang itu.  Seperti telah dikemukakan bahwa variasi-variasi itu tersecrmin  antara lain dalam perbedaan pandangan  tentang strategi yang tepat untuk memahami  perilaku manusia,  seperti strategi disposisional/konstitusional,  startegi
phenomenologis/humanistic,  startegi behavior, startegi psikodinamik/psiko analitik, dan sebagainya.  Demikian pula halnya dalam belajar mengajar;  variasi pendapat itu telah  menyebabkan muncunya berbagai  teori  belajar mengajar dan atau teori/model mengajar.  Sebagai contoh dikenal  berbagai  pendapat tentang model-model  mengajar seperti  rumpun model behavior ( umpan model belajar tuntas,  model belajar control diri sendiri,  model belajar simulasi,  dan model belajar asertif),  model belajar pemmrosesan informasi ( model belajar inkuiri,  model persentase kerangka dasar,  atau advance organizer,  dan model pengembangan berfikir), dan lain-lain.  Dari sisi-sisi lain, variasi  pendapat itu juga  melahirkan berbagai  pendapat gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informatory,  teknik penilaian pencapaian siswa  dengan tges objektif atau tes esai,  perumusan tujuan  pengajaran  yang sangat behavior,  penekanan pada peran teknologi pengajaran.

KURIKULUM
            Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me­nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem­purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan sub­subteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char­ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengeta­huan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kuri­kulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian­penelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah­kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (in­struction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsur­unsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.




Minggu, 14 November 2010

tugas ke_6

1. memperhatikan kualitas intuk hasil produksi lebih baik, membedakan produnknya dengan produk pesaing,  memberikan tawaran harga yang menarik untuk konsumen.

2. produksi secara umum yaitu pemprodusian produk dalam skala kemampuan perusahaan. secara ekonomi yaitu memberikan keuntungan pada perusahaan setelah dipasarkan.

 3.     kebijakan Mengenai Produk


a.      Kualitas Produk.
         Kualitas harus benar-benar teruji terhadap setiap kebutuhan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
        
b.      Kemasan produk.
Kemasan sangat berpengaruh pada minat konsumen. Karena itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mencetak kaderisasi professional di bidang ini, hingga selanjutnya dapat dikemas dengan sentuhan “sense of art” yang tinggi.
c.       Lebel produk.
Perlu diingat, lebel suatu produk adalah nama yang tertera pada produk tersebut, biasanya ini ditulis dalam huruf yang besar. Dalam memberikan label atau merek suatu produk, sebaiknya yang dapat- menarik perhatian dan mudah diingat konsumen. Karena merek suatu produk sangat mempengaruhi konsumen dalam membeli produk tersebut.
 
d.  Kegunaan produk.
              harus tahu kegunaan dari produk tersebut sehingga tidak salah informasi terhadap pelanggan.




http://duberindonesia.multiply.com/journal/item/3

TUGAS 7




Tugas 7

  1. konsep pemasaran.
    1. produksi; harga merupakan pertimbangan utama pembelian
    2. produk; kualitas produk mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian
    3. penjualan; usaha penjualan harus lebih aktif.
    4. Pemasaran pelanggan (pembelian pembelian ulang akan dilakukan apabila konsumen mendapatkan kepuasaan dalam pembelian), dan pemasaran social.
    5.  Pasar; Perusahaan harus memperhatikan pesaing untuk mempertahankan dan merebut pelanggan.


2.      pasar adalah konsumen pribadi atau organisasi perusahaan yang mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berwujud sebagai permintaan terhadap barang atau jasa, sedangkan pemasaran adalah, kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis (profit atau non profit) guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang atau jasa.
3.      kebutuhan adalah suatu keinginan yang wajib harus ada, sedangkan keinginan adalah sesuatu yang diharapkan namun tidak memiliki sifat wajib untuk dipenuhi.
4.      marketing  maxi adalah konsep bauran pasar menurut stann rapp yang meliputi produk, harga, promosi, disrribusi,system basis data, dan dialog dengan konsumen.

© seri diktat kuliah DASAR PEMASARAN, Univ Gunadarma



....


Tugas  4




  1. merk adalah nama istilah symbol, tanda, desain, atau kombinasi yang dapat memberikan identitas barang, dan membedakan barang dengan barang pesaing.
  2. Nama merk  adalah nama dari symbol tersebut yang memiliki nilai komersil (contoh sony, sharp,kijang,dll)
  3. Logo adalah gambar yang menunjukkan identitas sebuah merek. (contoh tiga berlian, dua elips, gambar dua kuda laut)
  4. Merek dagang contohnya yaitu  honda, yamaha, kfc, dll
  5.  Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (contoh hak cipta dalam bidang seni-budaya, suatu produk, buku., dll)



http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pemasaran/Bab_1.pdf

TUGAS 7


TUSAS 5



  1. Hal yang berbeda antara organisasi dan manajemen adalah organisasi sebagai alat atau       wadah sekelompok orang dalam mencapai tujuan tertentu, sedangkan manajemen lebih mengarah kepada pengaturan atau pengelolaan untuk mencapai tujuan tersebut,
 
  1. Karana ,anajemen adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.

     3.    prinsip koordinasi adalah sikap untuk, memimpin, memberikan fasilitas dan
mengambil bagian dalam pekerjaan pihak lain sesuai tingkatan kewenangan di tempat kerja.

4.    manajer yang aktif adalah manajer yang di dalam perusahaan meliputi evaluasi atas segala sumberdaya yang dioperasikan.   
Manajer yang efektifitas adalah yang membahas restrukturisasi sumberdaya yang tersedia, perubahan teknologi, pemodifikasian iklim dan budaya organisasi dan pengembangan strategi performa karyawan berbasis target.

5.      factor yang mempengaruhi motivasi yaitu; lingkungan,  kebutuhan, keluarga, psikis.        






seri diktat kuliah., DASAR PEMASARAN., Universitas Gunadarma



Rabu, 10 November 2010

kanker serviks

kanker serviks sering terjadi pada wanita dan sering menimbulkan kematian., bila ditemukan setelah fase lanjut. kanker serviks dapat ditemukan secara dini dengan teknik papsmear, yaitu suatu cara pengambilan jaringan servicks dan di periksa di bawah mikroskop. pemeriksaan ini dapat dilaksanakan setiap tahun. jenis kanker serviks dapat ditemukan pada wanita usia 40-55 tahun, dan timbulnya kanker ini diduga berhubungan erat dengan infeksi herpes virus tipe dua dan human papilloma virus. pengobatanyya dengan operasi, sinar radio aktif, dan obat-obatan.




sumber: struktur tubuh manusia untuk para medis, Drs. Kus Irianto